Show Up

Minggu, 26 Desember 2010

Pro-Kontra Pemindahan Pasar Dinoyo dan Blimbing

Sejak awal 2010, permasalahan antara pemerintah Kota Malang dan wali kota Malang dengan para pedagang Pasar Dinoyo dan Pasar Blimbing pun terjadi. Pro & kontra mewarnai kebijakan pemerintah Kota Malang untuk merevitalisasi Pasar Dinoyo dan Pasar Blimbing. Pemerintah sebagai penghasil kebijakan pun mengalami posisi yang sangat dilematis, ketika para pedagang kedua pasar tersebut angkat suara memperjuangkan sumber keberlangsungan hidup mereka yang akan segera dipindahkan.
 Sebagian besar para pedagang kedua pasar tradisional tersebut sangat keberatan dan merasa terancam, jika tempat usaha mereka akan dipindahkan. “Penggusuran gak setuju, tapi kalau pembangunan setuju. Asalkan selama kita gak digusur. Karena proyek yang diajukan pemkot kita mau digusur. Pasar ini dibuat mal semua, kita direlokasi di Merjosari. Terus nanti kalau ini jadi, kita mau dijadikan satu disebelah timur dibelakang sana,” kata Muslimin, salah seorang pedagang Pasar Dinoyo.
Berbagai jalur damai terus menerus ditempuh para pedagang, sebagai bentuk usaha warga negara yang mempunyai hak berbicara. Baik bersama LSM, para ahli, pejabat daerah, hingga walikota malang. “Jadi begini ceritanya, pada tahun 2007 saya melakukan penanaman pohon diparas blimbing. Ketika itu semua orang pasar itu datang semua, mereka minta pasar itu dibangun. Karena minta dibangun, dibangun dengan APBD tidak mungkin karena gak ada duitnya. Karena itu saya berusaha mencari investor,” ungkap Wali Kota Malang, Peni Suparto.
“Pasar kami mau dijual, sedangkan kami para pedagang mau dipindahkan ke belakang. Lha terus nasib kami gimana? Mestinya kan pemerintah kota memikirkan nasib pedagangnya sendiri. Apalagi kan pasar tradisinal itu betul-betul menampung pekerja tanpa melihat latar  belakang pendidikan,” tutur koordinator pedagang Pasar Blimbing.
Kebijakan pemerintah untuk membangun Pasar Dinoyo dan Blimbing merupakan hasil keputusan yang sudah melewati proses pengetukan palu. Investor sudah ada dan side plan sudah siap. Akankah keputusan ini bisa melunak? “Pembangunan di Malang ini apa sih yang tidak dikritisi? Dari Matos, MOG, fly offer, stadion. Tidak mungkin merugikan pedagang pasar karena di mall tidak mungkin menjual sayur atau brambang bawang. Jadi masyarakat tidak mungkin dirugikan,” jelas Peni Suparto lagi.
Namun disisi lain, banyak hal yang seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah secara lebih matang sebelum pasar benar-benar dipindah. “Kalo dijadikan mall yang paling kelihatan adalah lalu lintas kemacetan. Kedua adalah lingkungan dan sampah. Mungkin kalo pedagang yang dulunya tidak mengeluarkan uang banyak untuk sewanya, kalo standardnya yang sudah modern atau mall pasti akan berubah,” jelas Luluk Dwi Kumalasari, pengamat sosial.
Pro & kontra belum berakhir. Kesepakatan antara pemerintah kota Malang dengan para pedagang pasar tradisional belum juga ditemukan. Pedagang pasar tradisional dan pemerintah kota Malang, sebaiknya duduk berdampingan dengan tenang dalam satu meja untuk menghasilkan keputusan yang saling menguntungkan semua pihak. Dalam polemik ini, sebuah penyelesaian memang sudah selayaknya untuk diperjuangkan. Semua bergantung pada perjuangan seperti apa yang akan ditempuh, agar peradaban tetap terbangun dalam situasi tenang dan damai.

Writer: Farhanah
Photo by: www.antarafoto.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar