Show Up

Minggu, 26 Desember 2010

Mempertanyakan Perilaku Profesional dan Tanggung Jawab Pers #2


Dalam makalah yang disampaikan Frans Hendra Winarta menyebutkan bahwa belum sepenuhnya pers Indonesia menerapkan kualitas pers yang profesional dan bertanggung jawab. Hal itu kemudian patut waspadai mengingat belum seluruh rakyat Indonesia memiliki pendidikan dan tingkat intelegensia yang memadai. Jika, pers dibiarkan berjalan tanpa kontrol dan tanggung jawab, maka hal tersebut dapat berpotensi menjadi media agitasi yang dapat mempengaruhi psikologis masyarakat yang belum terdidik, yang notabene lebih besar jumlahnya dibanding masyarakat yang telah terdidik. Berkaitan dengan hal tersebut, pers online merupakan yang paling sulit untuk dikontrol. Siapapun bisa menginformasikan info apapun kepada siapa saja. Sehingga informasi dalam media online pertanggungjawabannya masih harus dipertanyakan.
Beberapa waktu yang lalu media diseluruh dunia, termasuk Indonesia, digegerkan dengan situs Wikileaks yang membeberkan dokumen-dokumen rahasia banyak negara. Pendirinya, Assange adalah seorang wartawan Australia, aktivis internet yang dikenal sebagai juru bicara sekaligus Pemimpin Redaksi dari Wikileaks. Situs itu diluncurkan tahun 2006, organisasi nirlaba itu memiliki misi membocorkan informasi rahasia untuk memerangi korupsi pemerintah dan korporasi. Berdasarkan informasi dari Kompas edisi 1 dan 2 Desember 2010, orang-orang yang pernah bekerja dengan Assange mengatakan sosok pria tersebut penuh semangat, ambisius, dan sangat cerdas dengan kemampuan luar biasa untuk memecahkan kode-kode komputer.
Amerika menjadi salah satu negara yang dokumen rahasianya banyak dipublikasikan oleh Wikileaks. Namun pembocoran dokumen mengenai Irak, Afganistan, dan Iran yang paling membuat Assange dianggap berbahaya bagi pemerintah tertentu. Aksi yang dilakukan situs Wikileaks itu memunculkan reaksi-reaksi antisipasi negara-negara diseluruh dunia dalam melindungi dokumen rahasianya. Banyak negara yang menciptakan aturan-aturan dan sanksi-sanksi baru yang ditujukan kepada whistle blower.
Sebagian negara mengunakan informasi dari Wikileaks untuk menggugat dan menuding negara lain berdasarkan dokumen rahasia yang terkuak. Namun bagi negara yang merasa dirugikan, aksi bantah membantah tudingan marak terjadi. Fenomena seperti itu sangat meresahkan dan menghalangi terciptanya perdamaian dunia, meskipun yang diberitakan oleh Wikileaks tersebut benar adanya. Fakta memang sudah seharusnya diberitakan secara apa adanya, tetapi apa yang terjadi jika fakta itu sangat peka dan justru membahayakan dan meresahkan banyak masyarakat? Kekacauan pasti akan terjadi.
Tidak ada yang salah dengan memberitakan fakta, namun tindakan yang dilakukan Wikileaks menggambarkan praktik pers yang tidak mempunyai tanggung jawab sosial karena malah memperkeruh situasi dunia. Dalam kasus ini, Wikileaks bisa dikatakan telah membeberkan informasi yang besifat privasi suatu negara bahkan situs tersebut juga membeberkan informasi privasi mengenai tokoh-tokoh suatu negara. Hal itu tentu saja melanggar etika pers agar bertindak profesional dan mempunyai tanggung jawab sosial.
Ada batasan-batasan yang harus di junjung yaitu nilai moral, dimana konsep dari privasi ini tidak seperti konsep kebenaran. Artinya, media massa setidaknya bisa menyajikan sebuah berita yang layak untuk masyarakat, bukan memberitakan suatu fakta yang malah memunculkan keresahan dan mengganggu keamanan serta perdamaian dunia. Dalam First Amadment (1971) memang dikatakan bahwa kongres tidak dapat membuat hukum yang membatasi kebebasan berbicara atau kebebasan pers…”. Namun yang perlu diingat, yaitu pers mempunyai tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Pers tidak boleh melakukan pencemaran nama baik, fitnah, perkataan tidak senonoh, mencampuri privasi, dan menghasut. Meskipun sayangnya, hal-hal itu tidak diatur dalam First Amandement.
Menurut Straubhaar & LaRose (2004), tidak ada peraturan yang mengatur hak privasi secara menyeluruh, walaupun penggunaan data oleh pemerintah dan intersepsi pesan dikontrol oleh hukum. Namun semua isu di media massa tidak dapat diatur oleh hukum suatu negara. Oleh karena itu, adanya etika menjadi sangat penting dan penilaian individual serta organisasi menjadi sangat menentukan keputusan yang akan diambil. Etika menuntun komunikator dalam bertingkah laku di segala situasi ketika perilaku tersebut dapat berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat.

Writer: Farhanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar