Show Up

Selasa, 30 November 2010

Little Story of "Es Batu Balok" In Your Drink # 3 (Habis)


     Siang itu, matahari juga tidak menunjukkan wujudnya. Cuaca masih sama seperti kemarin, mendung. Namun untungnya tidak hujan dan tidak pula gerimis. Pabrik itu pun masih sama seperti kemarin, tetap terlihat melakukan rutinitas seperti hari biasanya. Saat itu pukul 12.00 WIB. Sebuah truk yang baknya masih kosong sudah siap untuk memuat es batu balok di samping mesin derek. Truk itu mau mengangkut es batu balokan ke Sidoarjo. Di pos, beberapa pekerja masih duduk-duduk santai. Ketika dikonfirmasi tentang keberadaan Pak Mulyanto, pemilik pabrik es batu balok, mereka mengatakan Pak Mul sedang pergi.
Kemudian raut wajah para pekerja nampak kurang berkenan dan tidak berkata apapun ketika saya mengemukakan ingin melihat proses produksi. Saat itu belum waktunya produksi, tetapi saya belum menyerah dan menunggu sampai produksi dimulai. Tidak berapa lama, seorang pekerja keluar dari pos menuju mesin-mesin yang memproduksi es batu dan mengoperasikannya. Belasan es batu balok keluar dari cetakan-cetakan logam. Cetakan-cetakan itu sangat berkarat karena terlalu sering bersentuhan dengan air. Para pekerja lain pun keluar dari pos dan memulai kembali tugas mereka masing-masing tanpa memperdulikan saya yang sedari tadi menunggu proses produksi yang mereka kerjakan.
  Sementara itu, sebuah mobil pick up berisi satu keluarga berhenti di depan halaman pabrik. Para perempuan dikeluarga tersebut memakai kebaya layaknya perempuan tempo dulu. Seorang pria yang juga sopir mobil itu keluar dari bagian depan mobil, kemudian menemui para pekerja. Seorang pekerja kemudian mengangkut es batu balok dan memasukannya ke box mobil pick up. Pria itu pun lalu masuk ke dalam mobil dan mobil pun melaju kembali. Proses jual-beli es batu balokan itu bisa dikatakan cepat dan tanpa banyak pembicaraan.
Para pekerja yang lain tetap dengan pekerjaannya, yaitu menyeret dan memasukan es batu ke dalam bak belakang truk. Tanpa dipersilahkan sebelumnya, saya mencoba mendekati tempat produksi es batu selangkah demi selangkah hingga ke mulut tempat pemrosesan. Produksi pertama sesi pertama selesai. Air sudah dimasukan lagi ke dalam cetakan es batu balok dan dibekukan menggunakan mesin di dalam air garam. Tempat pembekuan berada di ujung ruangan yang sangat luas. Lantai ruangan itu terbuat dari kayu. Di bawah lantai kayu itu adalah air yang sudah melewati proses pembeningan yang siap untuk digunakan sebagai bahan dasar dan utama es batu.
“Masuk aja Mbak kesana!” ucap Mas Sugih yang terlihat lebih ramah daripada pekerja yang lain.
Setelah mengucapkan terima kasih kepada Mas Sugih karena telah diperkenankan masuk. Saya pun memberanikan diri melangkahkan kaki ke dalam pabrik. Awalnya sedikit takut karena keadaan di dalam pabrik tersebut agak gelap yang diliputi pula hawa dingin dari es  batu balok. Namun kesempatan emas itu tidak mungkin disia-siakan begitu saja. Penyelidikan fakta pun dimulai lagi.
Sementara itu, mesin-mesin yang memproduksi es batu terus bekerja. Mesin itu digerakkan oleh mesin yang lebih besar yang berada di ruang mesin. Di belakang ruang mesin, terdapat ruang terbuka. Disana terdapat beberapa kolam tempat penampungan air dimana air diproses. Pada salah satu kolam penampungan, airnya terlihat berwarna coklat kekuning-kuningan dan kotor. Air dari penampungan itu dialirkan kedalam sebuah alat. Dari alat tersebut air dialirkan lagi ke sebuah kolam berlumut, namun airnya terlihat bening. Dari sudut yang berbeda di kolam berlumut, terdapat aliran air seperti selokan. Setelah diperhatikan, ternyata adalah air sisa pembuangan dari proses pembuatan es batu yang dialirkan kembali ke penampungan. Ya Tuhan.
Ketika ingin keluar dari tempat itu, langkah saya terhalang oleh hamparan belasan es batu balok yang berada tepat di depan kaki saya. Es batu tersebut baru saja keluar dari cetakan yang berkarat dan dihamparkan pada lantai kayu. Lantai kayu itu pulalah yang menjadi jalur satu-satunya ke ruang mesin dan kolam penampungan air di belakang ruang produksi. Jalur dimana kaki saya melangkah sebelumnya. Seorang pekerja yang mengoperasikan mesin dengan gaya kurang bersahabat kemudian menghampiri saya dan menegur secara sinis.
“Mbak, tolong jangan lama-lama ya disini! Soalnya belum ada izin dari Bos,” tegur salah seorang pekerja pabrik yang berwajah preman dengan sangat sinis.
“Iya Mas. Ini juga saya mau keluar,” jawab saya dengan mencoba tetap ramah dan sopan.
Saya pun keluar dari tempat itu melalui jalur dimana es batu balokan dikeluarkan dari cetakan. Setelah itu saya langsung berpamitan kepada Mas Sugih, pekerja yang menerima saya di pabrik itu dengan ramah. Dari perbincangan dengan Mas Sugih dan para pekerja serta fakta yang langsung saya lihat di lapangan, semua info yang diperlukan pun telah didapat.
Tanpa terasa, ternyata cuaca diluar sudah semakin terang. Matahari mulai menampakan keindahannya yang selama beberapa jam tersembunyi dibalik awan. Secerah rasa ingin tahu yang sudah terjawab, secerah itu pula cuaca saat itu.


Writer    : Farhanah
Photo by: Farhanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar