Show Up

Selasa, 30 November 2010

KEKERASAN DALAM PACARAN

Perempuan, sosok indah yang tidak akan pernah selesai untuk dikisahkan. Tidak akan ada sejarah terukir tanpa kiprah perempuan. Sepak terjang perjuangannya selalu membahana hingga sekarang. Kesibukan mengurus keluarga tidak pernah menyurutkan langkah perempuan dalam membangun pondasi kemerdekaan. Sekian lama terkungkung dalam tembok rumah tangga, kini perempuan telah hadir berkiprah untuk membangun dan mewarnai bangsa, satu strata dengan para pria. Tetapi apakah semua perempuan masa kini bernasib sama? Tidak.

Pilu rasanya, ketika perempuan masa kini hadir dengan sosok penuh luka dan air mata.  Disisi kekuatan yang dimiliki perempuan, mereka ternyata juga hadir sebagai sosok yang diremehkan dan dilemahkan. Kekerasan dalam rumah tangga banyak menimpa perempuan, mewarnai pemberitaan di media massa. Tidak pandang bulu, kasus itu menimpa perempuan dari kelas rendah, menengah, hingga kalangan atas seperti selebritas.
Pada sebagian kasus, tindak kekerasan tersebut sudah mulai terjadi sejak berpacaran. Namun karena ketakutan akan kehilangan, sebagian perempuan hanya diam dan selalu berusaha memaafkan saja dengan kekerasan yang sudah ditimpakan kepada mereka. Fenomena ini juga bisa menimpa sebagian pria yang karena takut kehilangan perempuan yang dicintainya, mereka membiarkan saja perlakuan kekerasan pasangan kepada dirinya.
Menurut Juli Astutik, dosen FISIP UMM yang ikut mendiskusikan penelitiannya dalam sebuah seminar, kekerasan dalam pacaran tidak hanya dilakukan secara fisik. Kekerasan juga bisa dilakukan secara psikis, ekonomi, religi, bahkan sosial.
1.Kekerasan fisik sering terjadi pada perempuan berupa adanya kontak langsung benda tumpul dan/atau benda tajam pada tubuh. Seperti tendangan, pukulan, sabetan pisau, dsb.
2. Kekerasan psikis bisa terjadi saat pasangan sudah mulai memaki, merendahkan, meremehkan, memaksakan sesuatu, mengancam, dsb.
3.Kekerasan ekonomi mulai terjadi ketika pasangan berusaha memanfaatkan keuangan pribadi yang  kita miliki untuk kepentingan dirinya (memloroti).
4.Kekeresan religi terjadi ketika waktu ibadah kita mulai berkurang bahkan hilang karena perlakuan pasangan.
5.Sedangkan kekerasan sosial terjadi saat waktu bersosialisasi kita dengan keluarga, teman, dan kerabat mulai dibatasi bahkan hilang sama sekali karena perilaku posesif pasangan.
Tidak ada manusia yang ingin diperlakukan secara keras dan kasar. Tidak ada manusia yang ingin hidup dalam kungkungan. Tidak ada manusia yang ingin bergerak dibawah tekanan. Tutur kata yang halus dan perilaku penuh kelembutan lebih baik dan akan lebih bermakna. So, we can do it.

Writer      : Farhanah
Photo by    : sby-news.blogspot.com

2 komentar: